Minggu, 25 November 2007

Ideologi Parpol Relatif Tidak Jelas

Ideologi sebagian besar partai politik di Indonesia saat ini relatif tidak jelas. Kondisi ini membuat pengikut parpol mudah berpindah sehingga salah satu akibatnya mereka sulit mendapatkan pendanaan dari iuran anggotanya.

Permasalahan itu muncul dalam diskusi bertemakan "Pendanaan Partai Politik" di Jakarta, Rabu (31/10). Pembicaranya, antara lain, Wakil Bendahara Partai Golkar Airlangga Hartarto, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPR T Gayus Lumbuun, dan Zulkieflimansyah dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR.

Menurut Airlangga, kini parpol cenderung kurang memiliki ideologi yang jelas, sebab hanya dipakai untuk mengejar kekuasaan. "Untuk mengejar kemenangan dalam pemilihan kepala daerah, parpol biasa membentuk koalisi yang anggotanya disesuaikan dengan kondisi daerah. Dahulu Golkar menggelar konvensi saat memilih calon yang akan diusung. Namun, karena tingkat keberhasilannya cuma sekitar 50 persen, sekarang diganti dengan sistem survei yang tingkat ketepatannya hingga 90 persen," tutur dia lagi.

Dengan pertimbangan mengejar kekuasaan ini, parpol cenderung berkoalisi dan mendukung calon yang diyakini menang. Ideologi kurang diperhatikan.

Rizal Malik dari Transparency International (TI) Indonesia menuturkan, kondisi itu membuat pengikut parpol mudah berpindah ke parpol lain. Antarparpol relatif tak terdapat banyak perbedaan. Keadaan ini diyakini menjadi salah satu penyebab mayoritas parpol selama ini sulit menarik iuran dari anggotanya. Sebab, mereka tidak memiliki banyak pengikut yang loyal.

Sulitnya mendapatkan dana iuran dari anggota, lanjut Rizal, juga disebabkan parpol masih dianggap sebagai institusi untuk mencari kerja. Akibatnya, saat masuk parpol, seseorang umumnya justru bermaksud mendapatkan penghasilan atau pekerjaan.

Namun, Zulkieflimansyah menuturkan, PKS menjadikan iuran anggota sebagai sumber dana. "Tak ada satu anggota DPR atau DPRD dari PKS mengeluarkan uang seorang diri saat mengejar kedudukan. Pasti ada bantuan dari teman atau anggota parpol yang lain. Kondisi ini membuat mereka malu jika menyalahgunakan wewenang," paparnya.

Sumber dana operasional PKS, lanjutnya, berasal dari pilkada dan bantuan pihak luar. "PKS tak hanya parpol, tetapi juga gerakan sosial. Sebagai gerakan sosial, banyak warga Arab yang mau membantu PKS, misalnya untuk membangun masjid," ungkapnya.

Gayus mengingatkan, parpol dilarang menerima bantuan dari luar negeri, sebab dampaknya pada kehidupan nasional amat luas. Laporan penerimaan sumbangan yang diterima parpol seharusnya transparan dan terbuka untuk publik. (NWO)


Kompas 2 November 2007

Tidak ada komentar: