Rabu, 14 November 2007

UUD 1945 - Dekrit Justru Tidak Konstitusional

Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai usul agar Presiden mengeluarkan dekrit untuk kembali ke UUD 1945 sebelum perubahan justru mendorong Presiden untuk inkonstitusional. Mendorong keluarnya dekrit presiden hanya perulangan sikap diktator yang bakal mengubur kedaulatan rakyat dan demokratisasi.

Kepada wartawan di gedung MPR/DPR seusai shalat Jumat, kemarin (7/7/06), Hidayat menyebutkan, dekrit tidak dikenal dalam UUD 1945. Justru dengan usul agar Presiden mengeluarkan dekrit untuk kembali ke UUD 1945 sebelum perubahan, konsistensi para pengusulnya terhadap ketentuan UUD 1945 yang patut dipertanyakan.

Seperti diberitakan sebelumnya, usul kembali ke UUD 1945 yang asli muncul dari sejumlah tokoh politisi senior. Namun, Presiden sudah menanggapinya dengan menyatakan bahwa dekrit bukanlah solusi.

Hidayat sependapat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menilai solusi keinginan kembali pada UUD 1945 sebelum perubahan bukanlah pada dekrit.

Mengeluarkan dekrit hanya akan melahirkan problem konstitusional. Jika memang ada keinginan mengubah UUD 1945, mekanismenya harus konstitusional pula. Usul dapat disampaikan kepada MPR dan akan diproses sesuai dengan ketentuan, sepanjang memenuhi persyaratan. Perlakuan yang sama sudah dilakukan atas usul perubahan dari kelompok DPD.

Hidayat juga menekankan bahwa empat kali perubahan UUD 1945 merupakan proses politik yang melibatkan seluruh elemen, termasuk dari kelompok TNI/ Polri, Partai Kebangkitan Bangsa, dan PDI-P.

Menurut Hidayat, yang lebih elegan untuk saat ini adalah melaksanakan UUD 1945 secara konsekuen karena hal itu akan lebih menjamin ketentraman dan konstitusionalisasi yang lebih kuat.

Kompas, 8 Juli 2006

Tidak ada komentar: